ngadeg jejek #2
THE COMMANDER
It is a story. One that is very old. Story that has been told trough the generations. Something unique that can pass trough the time. The story that would live our life with lessons in each part of it.
This story tells us about a man. A man with special ability, skills and characteristic. He has ability to talk with his buffalo and ask it to do all of his commands. He is a man even so called the COMMANDER.
From here the story begins.
(GATOT RIAWAN for ngadeg jejek)
PARNO.Sebuah nama. Nama yang sederhana. Sangat sederhana. Namun ada sebongkah makna yang tersirat di dalamnya. Makna tentang keteguhan diri, ketulusan hati dan jiwa yang besar. Jiwa yang merdeka.
mBah. Adalah sebuah " gelar" yang selalu melekat di depan namanya. Sebuah tambahan nama yang sebenarya tidak dia inginkan. Tidak dia harapkan. Tetapi kedewasaan dia berfikir dan ketauladanan dalam bertindak yang telah dia tunjukkan dalam setiap detik di hidupnya membuat dia
begitu sangat layak menyandang gelar "kasepuhan" JAwa itu.
Resi. Adalah sebuah panggilan akrab dari orang - orang disekitar mbah Parno. Mereka yang selalu asyik ketika sedang berbincang tentang sesuatu tema yang tidak terlalu berat untuk dilogika dan dianalogika kan. Sebuah tema tentang elemen kehidupan yang sehari - hari telah menjadi teman mereka mengisi hidup. Sebuah tema tentang padi, tentang sawah, tentang "tegalan", tentang wereng dan tentang Kliwon, Wage, Gumbreg, Tambir dan Tomas kerbau - kerbau kesayangan mbah Parno
mBah Parno adalah satu dari - mungkin- beberapa petani yang masih setia dan bangga pada profesinya. Mendedikasikan dirinya pada sawah sebagai petani. Petani tradisional. Tradisional untuk seluruh aspek dan unsur penunjangnya. Tradisional untuk pemikirannya tentang sawah. Tradisional untuk cara penggarapannya.
mBah Parno tidak pernah menggunakan management yang kelewat " njlimet " untuk sawahnya. Planning, Organizing, Actuating dan Controlling mungkin tidak pernah ada di kamus mangementnya. Singgah pun tidak.
Sawah adalah tempat menanam, memelihara dan memanen padinya. Hanya itu. Tidak lebih tidak kurang.
Saat mengolah lahan tiba adalah saat yang paling dirindu. Ketika lahan di " luku " dan kemudian di " garu ". Ketika tanah yang terbalik oleh " singkal " dan kemudian dihancur lumatkan oleh mata garu. Saat pasangan Kliwon dan Gumbreg bersaing dengan pasangan Wage dan Tambir disaksikan oleh Tomas....anak mereka.
Saat itulah mBah Parno dengan sangat piawai mampu berkomunikasi dengan para kerbau kesayangannya. Setiap kata dan kalimat yang dia ucapkan akan sangat dapat dimengerti, difahami dan dikerjakan oleh para kerbaunya. Dengan tanpa paksaan.
Sebuah kekuatan instink dan intuisi yang sangat terlatih.Sebuah simbiosis mutualis.
Beberapa untai kalimat dengan nada dan pengucapan yang terdengar khas mampu membuat kerbau kerbau itu larut dalam pekerjaan dan menjalankan setiap aktifitas dengan sangat sinergis.
"hzit-hzit" maka Kliwon dan Gumbreg pun mulai berjalan dengan perlahan menapaki setiap lahan kedhok an sawah. Dengan tanpa intimidasi sebatang cemeti kedua hewan itu pun dengan riang menarik bilah batang luku yang meniti mata singkal membolak balik kan tanah dengan sempurna. Sangat sempurna. Saat lahan terasa sangat datar dan mudah untuk dilalui maka mBah Parno akan segera mengucapkan kata "hzak-hzak"sebagai pertanda bahwa Kliwon dan Gumbreg harus menambah "akselerasi" kecepatannya, mereka harus menambah satu "gigi percepatan" satu tingkat lebih tinggi...dan kedua hewan itupun melesat. Suatu ketika mBAh Parno berucap " Won...her-her...Won" atau terkadang "yo Mbreg...her-her-her" itulah perintah bahwa sepasang pejuang itu harus berbelok sesuai dengan alur kedhok an yang mereka lewati.Jika alur ke kiri, mereka akan ke kiri dan demikian sebaliknya. Sesekali perintah " hooo...ko..ko..ko..ko" diucapkan saat mBah parno memberi kesempatan ke dua pejuangnya untuk beristirahat sejenak....berhenti bekerja dan makan rumput yang hijau. Kata terakhir adalah perintah untuk berhenti. Menghentikan semua aktifitas. Beristirahat untuk sejenak. Istirahat dengan tetap menjaga sikap.
Untaian kegiatan seperti itu terus berjalan dan berjalan dengan tetap saling ber simbiosis mutualis sampai seluruh lahan yang diluku selesai dikerjakan, untuk kemudian pasangan Wage dan Tambir mengambil alih peran dengan senjata garu dibelakang mereka. Dengan kata - kata dan ucapan yang sama, mBah Parno menghantar pasangan pejuang ini melaksanakan tugasnya menghancur dan meluluh lantakkan tanah yang sudah terbalik menjadi hamparan lumpur yang halus dan lembut...siap ditanami.
Adalah sebuah contoh "sentuhan" yang sangat bijak yang telah mBah Parno berikan kepada kedua pekerjanya, patnernya, atau -boleh dikata- pegawainya. Adalah sebuah pemandangan yang sangat indah jika kita mampu berbuat dan bertindak dengan mengedepankan rasa toleransi dan menggunakan hati. Sebuah tindakan yang pasti akan aku renungkan. Sebuah contoh dari seorang Mbah Parno. The Commander.
sebuah catatan :
tegalan : lahan yang biasanya kering dan ditanami palawija
kliwon, wage : nama pasaran hari dalam penanggalan jawa
gumbreg, tambir : nama wuku (rasi) dalam penaggalan jawa
njlimet : rumit,bertele-tele
luku dan garu : bajak (punya fungsi dan guna yang berbeda *di jawa)
singkal : mata luku
Selengkapnya...
Kamis, 16 April 2009
THE COMMANDER
Langganan:
Postingan (Atom)